kode alam mimpi membunuh orang

kode alam mimpi membunuh orang,lomba sgp,kode alam mimpi membunuh orang

Jakarta, CNBC Indonesia - Daya beli masyarakat yang tak karuan semakin jelas terlihat. Hal ini dapat tercermin dari jumlah dana pihak ketiga (DPK) perbankan individu yang cenderung mengalami penurunan.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) yang secara bulanan (month to month/mtm) mengalami deflasi empat bulan beruntun.

Pasalnya, deflasi empat bulan beruntun semakin menegaskan sinyal pelemahan daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil saat ini.

Economist Team Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam laporan 'Inflasi Agustus 2024' menunjukkan bahwa pelemahan daya beli disebabkan oleh memburuknya pasar tenaga kerja nasional, tercermin dari lowongan kerja yang terus menurun (8,5 ribu) dibandingkan bulan sebelumnya (14,0 ribu). Hal ini disebabkan oleh aktivitas manufaktur nasional yang semakin memburuk dan kontraktif (48,9) atau dua bulan beruntun.

BRIFoto: Lowongan Kerja (ribu unit)
Sumber: CEIC diolah BRI

Kondisi lapangan kerja yang memburuk ini menyebabkan kemampuan masyarakat atau individu untuk menabung akan semakin terbatas.

Hal ini menyebabkan pertumbuhan DPK yang dimiliki individu semakin melambat (1,81% year on year/yoy) yang akan juga menekan pertumbuhan DPK (7,51% yoy) secara keseluruhan.

BRIFoto: Pertumbuhan (%yoy) DPK Korporasi dan Total DPK Perbankan
Sumber: BI diolah BRI

Selanjutnya, kontribusi DPK individu cenderung mengalami penurunan dalam tujuh bulan terakhir (Jan-Jul 2024), sedangkan DPK mengalami kenaikan.

Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa pada Januari 2024, DPK individu memiliki porsi 50,84% dari keseluruhan total DPK dan menurun menjadi hanya 48,64% pada Juli 2024.

Pada periode yang sama DPK korporasi merangkak naik dari 44,47% menjadi 46,14%.

Sebagai informasi, DPK adalah dana yang dihimpun dari masyarakat baik secara individu maupun korporasi dalam bentuk tabungan, giro, maupun deposito.

DPK yang dihimpun perbankan ini akan digunakan salah satunya untuk keperluan menyalurkan kredit. Maka dari itu, perbankan perlu terus menjaga pertumbuhan DPK agar dapat dengan optimal menyalurkan kredit yang berujung pada meningkatkan pendapatan dan laba bersih perusahaan.

Baca:
1,5 Juta Warga RI Terancam Sulit KPR Gara-Gara Ini

Sebaliknya, jika DPK perbankan relatif tidak bertumbuh, maka bank akan kesulitan dalam menyalurkan kredit dan berujung pada kemunduran pada sisi pendapatan maupun laba bersih yang dihasilkan.

Selain itu komposisi DPK korporasi yang lebih tebal juga cenderung merugikan. Pasalnya nasabah korpoasi biasanya meminta bunga yang lebih tinggi dibandingkan individu, karena memiliki posisi tawar lebih tinggi.

Miskin Makin Miskin & Kaya Makin Kaya

Fakta yang menjadi perhatian yakni data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menunjukkan bahwa tabungan masyarakat atau individu yang kurang dari Rp100 juta terus mengalami penurunan.

Pertumbuhan tabungan masyarakat yang kurang dari Rp100 juta dari Juli 2016 hingga Juli 2019 tercatat sebesar 26,3%. Sementara masyarakat dengan tabungan Rp100 juta hingga Rp200 juta di periode yang sama bertumbuh 29,4%.

Pertumbuhan ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi Juli 2021 hingga Juli 2024 yang hanya bertambah 11,9% untuk masyarakat dengan tabungan kurang dari Rp 100 juta dan naik 13,3% untuk masyarakat dengan tabungan Rp 100 juta hingga Rp 200 juta.

Berbeda halnya dengan masyarakat yang memiliki tabungan di atas Rp 5 miliar atau yang banyak diisi oleh pihak korporasi, justru cenderung mengalami peningkatan yang signifikan.

Pada Juli 2016 hingga Juli 2019 tercatat mengalami kenaikan sebesar 29,7% dan pada Juli 2021 hingga Juli 2024 kembali bertumbuh bahkan lebih tinggi yakni sebesar 33,9%.

Kondisi ini menjadi perhatian khusus bagi banyak pihak karena jika masyarakat terus mengalami tekanan seperti ini, lowongan kerja yang sedikit, pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor, hingga pendapatan/gaji yang minim mengalami kenaikan, maka tabungan masyarakat akan semakin sedikit dan kemampuan dalam melakukan konsumsi (membeli produk atau jasa) akan semakin berkurang.

Baca:
BI: Indeks Keyakinan Konsumen Naik Tipis, Jadi 124,4 di Agustus 2024

Lebih lanjut, hal ini dapat berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akan semakin sulit mencapai 6% atau bahkan 7%.

Menanggapi situasi terkini, Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS, Purbaya Yudhi Sadewa berekspektasi pertumbuhan DPK perbankan bakal tumbuh sampai double digit tahun depan. Menurutnya, itu dapat dicapai dengan merealisasikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7% hingga 8%.

"Otomatis kalau ekonominya baik, pertumbuhan DPK juga bagus, uang saya [LPS] makin banyak. Ekonominya juga stabil, jadi uangnya makin bertumbuh. Jadi ekspektasi kita begitu. Dan peluang untuk itu terbuka lebar," ujarnya selepas Bloomberg CEO Forum di St Regis Jakarta, Rabu (4/9/2024).

Purbaya juga menegaskan, jika pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat bisa direalisasikan dengan segera tahun depan, maka kita akan bisa double digit DPK-nya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev) Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">

Previous article:rtp luxury

Next article:jitu 100 link alternatif