dewaloto

  • 2024-10-09 23:00:52 Source:dewaloto

    Browse(97681)

dewaloto,download futbol 11,dewalotoJakarta, CNN Indonesia--

Seorang ilmuwan asal Belanda, Ties van der Hoeven, berambisi menghijaukan lagi hamparan padang pasirdengan lahan hijau yang dipenuhi satwa liar untuk melawan krisis iklim.

Targetnya adalah Semenanjung Sinai di Mesir, sebuah hamparan gersang berbentuk segitiga yang menghubungkan Afrika dan Asia. Ia mengklaim, ribuan tahun lalu tempat ini penuh dengan kehidupan, tapi bertahun-tahun pertanian dan aktivitas manusia lainnya telah mengubahnya menjadi gurun yang tandus.

Dia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyempurnakan inisiatif yang bertujuan untuk memulihkan kehidupan tanaman dan hewan di sekitar 13.500 mil persegi di Semenanjung Sinai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita sedang menghancurkan planet kita dengan cara yang menakutkan," kata Van der Hoeven, mengutip CNN, Senin (9/9).

"Satu-satunya jalan keluar holistik dari situasi ini adalah dengan regenerasi ekologi berskala besar," lanjutya.

Proyek penghijauan gurun ini sebetulnya bukan barang baru, dan ini adalah salah satu dari sejumlah proyek di seluruh dunia yang berusaha mengubah lanskap gersang. Banyak yang bertujuan untuk menghentikan penggurunan, degradasi lahan kering yang merayap.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini merupakan fenomena "krisis diam-diam dan tak terlihat yang menggoyahkan masyarakat dalam skala global."

Lihat Juga :
KRISIS IKLIMRekor Panas Pecah Lagi Tahun Ini, Peringatan Bumi Makin Mendidih

Konsep ini juga kontroversial, karena para kritikus mengatakan mengubah gurun pasir belum terbukti, sangat kompleks, dan dapat berdampak negatif pada air dan cuaca dengan cara yang tidak dapat kita prediksi.

Ide Van der Heoven mungkin terdengar sangat ambisius, namun hal ini sudah pernah dilakukan sebelumnya.

Ketika ia sedang merencanakan proyek Sinai, ia menemukan film "Green Gold," yang dibuat oleh juru kamera yang berubah menjadi ahli ekologi John Liu, yang mendokumentasikan proyek penghijauan gurun yang sangat besar di Dataran Tinggi Loess di Cina utara.

Wilayah tersebut, yang hampir seluas California, telah mengalami degradasi berat akibat penggunaan yang berlebihan dan penggembalaan yang berlebihan selama bertahun-tahun. Dengan vegetasi yang jarang dan ditutupi tanah tipis berwarna kuning oker, wilayah ini sangat rentan terhadap erosi.

Lihat Juga :
Pakar Peringatkan Jakarta Defisit Air, Bisa Jadi Bom Waktu

Dalam upaya untuk mengubah lahan tersebut, pemerintah China dan Bank Dunia meluncurkan program penghijauan skala besar pada tahun 1990-an, dengan menanam pohon dan semak belukar serta menerapkan larangan penggembalaan.

Beberapa dekade sejak itu, Dataran Tinggi Loess telah berkembang pesat. Sebagian lahannya kini ditutupi oleh pepohonan hijau, erosi tanah telah berkurang dan lebih sedikit sedimen yang mengalir ke Sungai Kuning di wilayah tersebut, sehingga menurunkan risiko banjir.

Dia kemudian mengajak Liu untuk merealisasi gagasan untuk menghijaukan gurun tersebut. Liu pun mengaku tertarik dengan gagasan tersebut.

"Skalanya mencapai tingkat yang membantu membuktikan bahwa restorasi dapat dilakukan pada skala planet," kata Liu.

Susan Gardner, direktur divisi ekosistem di Program Lingkungan PBB di Nairobi, mengatakan upaya restorasi sangat penting untuk mengatasi krisis iklim, kerusakan alam, dan polusi.

"Kita tidak punya pilihan. Kita harus melakukan ini; kita harus mendengarkan ilmu pengetahuan dan bertindak sekarang," jelas Susan.

Lihat Juga :
BMKG Peringatkan Suhu Bumi Naik 1,45 Derajat Celsius: Situasi Serius

Ubah ekosistem

Namun, ekosistem sangat kompleks dan ketika menyangkut proyek-proyek besar dan transformatif seperti menghijaukan kembali gurun, beberapa ahli mengkhawatirkan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Alice Hughes, asisten profesor di Sekolah Ilmu Biologi Universitas Hong Kong, mengatakan upaya proyek untuk mencapai kesuksesan ini ada risiko bahwa proyek tersebut akan memilih spesies non-asli yang tumbuh cepat yang tidak dapat bertahan hidup atau menjadi invasif, mengambil alih tanaman asli di sekitarnya dan merusak satwa liar. Ada pula yang haus air, yang dapat menyebabkan konflik dengan kebutuhan manusia.

Sebuah studi pada tahun 2020 di wilayah tersebut menemukan bahwa tingkat penguapan yang lebih tinggi dari pepohonan dan tanaman hanya berdampak kecil dalam hal peningkatan curah hujan, dan bahkan menyebabkan "ketersediaan air yang lebih rendah untuk pertanian atau kebutuhan manusia lainnya."

Menurut Hughes mengubah ekosistem juga berpotensi mengubah pola iklim, yang dapat mengurangi kelembapan dan menyebabkan kekeringan di tempat lain. Penguapan dapat mendinginkan satu tempat namun menyimpan panas di tempat lain.

Menanam vegetasi bahkan bisa jadi memiliki efek pemanasan. Gurun yang berwarna terang dapat memantulkan lebih banyak energi matahari kembali ke angkasa daripada vegetasi yang lebih gelap.

"Gurun sebenarnya mendinginkan planet ini," kata Raymond Pierrehumbert, seorang profesor fisika di Universitas Oxford.

Meskipun menghijaukan kembali tempat-tempat gersang dapat membawa efek pendinginan lokal, Pierrehumbert mengatakan hal itu bisa berakhir dengan "membuat bagian lain dari planet ini menjadi lebih buruk."

Van der Hoeven mengakui bahwa proyek ini sangat rumit, namun ia percaya bahwa proyek ini sangat penting untuk dicoba.

"Kita harus melindungi alam dengan segala kemampuan yang kita miliki, tetapi kita juga harus memulihkan alam dengan segala kemampuan yang kita miliki," katanya.

Dia sedang mempelajari tanaman mana yang dapat menarik satwa liar dan bertahan dari dampak perubahan iklim di masa depan. Ia juga percaya bahwa perubahan iklim di Semenanjung Sinai akan memberikan efek riak yang positif bagi wilayah tersebut.

(tim/dmi)

Previous article:wilmar medan kampus

Next article:live draw carolina day prize 123