lotre online 4d

lotre online 4d,nomor togel 55,lotre online 4dJakarta, CNN Indonesia--

Pasien kanker payudara jadi pihak yang amat menyambut baikundang-undang legalitas ganja di Thailand.

Mereka amat senang karena legalitas ganja berarti ketersediaan produk pengurang rasa sakit yang mereka gunakan menjadi jauh lebih murah.

Lihat Juga :
KILAS INTERNASIONALPutin Sindir AS Sebut Era Unipolar Tamat hingga NATO Ingatkan Barat

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[Gambas:Video CNN]

Peningkatan produksi ini juga diharapkan memperkaya varietas ganja sehingga kualitasnya menjadi yang terbaik di dunia, khusus untuk tujuan medis.

Jiratti mengatakan kebijakan pemerintah amat membantunya untuk menjadikan terapi pengobatan ekstrak ganja menjadi murah dan mudah terjamah baginya.

Obat-obatan dari ekstrak ganja memang sudah dilegalkan Thailand sejak 2018. Namun sebelum pemerintah membuat aturan baru, dia begitu kesulitan mendapatkan obat ekstrak ganja impor yang amat mahal. Sejumlah pasien bahkan sampai harus membeli dari penjual secara ilegal.

Lihat Juga :
Perdana, Eks Gerilyawan dan Tokoh Kiri jadi Presiden Kolombia

Tunas ganja impor sebelum legalisasi tanam ganja biasanya dibanderol 700 baht atau setara Rp290 ribu. Kini harganya pun benar-benar 'miring' usai pelegalan menanam dan konsumsi ganja.

"Saya rutin mengonsumsi ganja sehingga tak merasakan sakit [akibat kanker payudara]," tutur Jiratti.

Dia biasa menyeduh ganja kering untuk dijadikan teh sebagai terapi pengobatan meredakan sakit.

Jiratti didiagnosis menderita kanker payudara tingkat lanjutan lima tahun lalu. Dua tahun kemudian, ia menggunakan minyak ganja dan produk turunan lainnya untuk meredakan sakit, mual-mual, dan kecemasan berlebihan setelah menjalani kemoterapi.

Lihat Juga :
Kiswah Ka'bah Mulai Diangkat Jelang Haji 2022

Tanaman ganja pun jadi solusi terbaik para pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi untuk menghilangkan sakit akibat rasa sakit.

"Saya pikir kita butuh edukasi. Kita butuh studi soal penggunaannya secara tepat," tutur Jiratti.

Ia pun mengingatkan akan menjadi berisiko tinggi jika salah mengonsumsi ganja sebagai terapi pengobatan.

(bac/bac)