dc adalah bahasa gaul

dc adalah bahasa gaul,grandbet 88,dc adalah bahasa gaulJakarta, CNN Indonesia--

Sejumlah anggota Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMNFarmasitengah diterpa masalah keuangan.

Menteri BUMN Erick Thohir sampai turun tangan membentuk task forcealias satuan tugas (satgas) untuk merestrukturisasi dan menyembuhkan Holding BUMN Farmasi yang sakit.

Salah satu Holding BUMN Farmasi yang mengalami kerugian ialah PT Kimia Farma Tbk. Perusahaan pelat merah itu berencana menutup lima pabrik obat dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun ke depan. Hal ini tak lepas dari kerugian yang menjangkiti perusahaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian kenapa 2-3 tahun? Tentu kami dalam melakukan rasionalisasi sangat memperhitungkan business continuitydan kita mempertimbangkan peraturan-peraturan yang ada," jelas Hadi dalam acara Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), mengutip detikfinance, Selasa (25/6).

Ia menyebut penutupan pabrik di bisnis farmasi memerlukan waktu karena tak bisa dilakukan begitu saja.

Selain itu, Hadi mengatakan perusahaan harus menyesuaikan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, termasuk regulasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun instansi terkait. Di sisi lain, pihaknya juga mempertimbangkan ketersediaan obat di masyarakat.

Kimia Farma sebelumnya mencatatkan rugi sebesar Rp1,82 triliun pada 2023. Kerugian ini terjadi imbas kenaikan beban usaha terjadi secara dominan pada anak usaha perusahaan, PT Kimia Farma Apotek (KFA), di mana pada 2023 meningkat hingga 35,53 persen secara tahunan menjadi Rp4,66 triliun.

Lihat Juga :
Deretan BUMN Farmasi yang Didera Masalah Keuangan

Di samping itu, Kimia Farma juga menemukan dugaan pelanggaran integritas penyediaan data laporan keuangan yang terjadi pada KFA pada periode 2021-2022.

Temuan tersebut didapat usai KAEF menjalankan 'bersih-bersih', program yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN, pada KFA bersama pemegang saham.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga pun mengatakan penutupan pabrik Kima Farma terpaksa dilakukan. Ia mengatakan kimia pabrik itu ditutup karena kapasitas produksinya sangat rendah. Karena tidak efisien, maka pabrik kemudian ditutup.

"Arahan kita, kalaupun dilakukan seperti itu harus win-win solutionbagi Kimia Farma dan karyawan. Kan mau nggak mau, kan memang mereka harus lakukan itu terpaksa kan, karena pabrik tutup ya pasti berlebih, tapi mereka harus bikin yang terbaik. Nggak boleh, nggak," katanya di kantor Perum Perhutani, Senin (15/7) seperti dikutip dari Detik Finance.

Selain Kimia Farma, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belakangan menemukan indikasi fraud atau kecurangan pada PT Indofarma Global Medika (IGM) yang merugikan negara Rp436,87 miliar.

Lihat Juga :
Alasan Kimia Farma Bakal Tutup 5 Pabrik Mulai 2026

Anak usaha PT Indofarma (Persero) itu diduga melakukan 10 fraud. Hal tersebut dibongkar oleh Bos PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya selaku pimpinan Holding BUMN Farmasi.

Fraud pertama, Shadiq membongkar ada indikasi kerugian di anak perusahaan Indofarma, yakni IGM. Kerugian Rp157,33 miliar itu timbul dari transaksi unit bisnisfast moving consumer goods(FMCG).

"Kemudian, (kedua) indikasi kerugian IGM dengan penempatan dan pencairan deposito beserta bunganya senilai Rp35,07 miliar," ungkap Shadiq dalam Rapat Dengar Pendapat dengan BUMN Farmasi di Komisi VI DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).

Ketiga,indikasi kerugian IGM atas penggadaian deposito beserta bunga senilai Rp38,06 miliar pada Bank Oke.

Keempat,indikasi kerugian Rp18 miliar atas pengembalian uang muka yang tak masuk ke rekening Indofarma Global Medika. Kelima,pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa didasari transaksi.

Lihat Juga :
Staf Erick Thohir Ungkap Nasib Karyawan Pabrik Kimia Farma Usai Tutup

Shadiq menyebut ini menimbulkan indikasi kerugian sebesar Rp24,35 miliar.

Keenam,kerja sama distribusi alat kesehatan TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai yang berpotensi merugikan Rp4,50 miliar. Pembayaran yang melebihi invoice dan berpotensi merugikan IGM senilai Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tak terjual.

"Ketujuh, pinjaman melalui fintech bukan untuk kepentingan perusahaan berindikasi kerugian IGM sebesar Rp1,26 miliar," ungkapnya.

Kedelapan, kegiatan usaha masker tanpa perencanaan memadai yang berindikasi fraud senilai Rp2,67 miliar. Ini juga berdampak pada penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan imbas sisa masker Rp13,11 miliar.

Kesembilan, pembelian dan penjualan rapid test panbio PT IGM tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian senilai Rp56,70 miliar. Ini juga berdampak atas piutang macet PT Promedik.

Kesepuluh, Indofarma membeli dan menjual PCR kit covid-19 senilai Rp5,98 miliar pada 2020-2021, juga menyangkut piutang macet PT Promedik Rp9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR kit covid-19 yang kedaluwarsa.

Lihat Juga :
Kimia Farma Bakal Tutup Lima Pabrik

Lantas, bagaimana cara menyelamatkan BUMN Farmasi yang 'sakit' usai diterpa masalah keuangan?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita berpendapat sejumlah Holding BUMN Farmasi mencetak rugi bisa jadi ada hubungannya dengan pandemi.

Ronny menilai perusahaan-perusahaan itu menjadi salah satu 'urat nadi' penyebaran vaksin covid-19 yang sejatinya tidak diproduksi di Indonesia, alias dibeli dari luar negeri baik China, Eropa, atau AS.

Dengan status sebagai pengimpor vaksin, ia mengatakan sebenarnya peluang rugi perusahaan nyaris tak ada jika pemerintah membayarnya sesuai dengan harga yang disepakati. Menurutnya, potensi rugi dari impor vaksin hanya terjadi jika harga vaksin versi pemerintah jauh di bawah harga beli vaksin dari luar.

"Sehingga atas nama penugasan, BUMN Farmasi menanggung ruginya. Atau bisa juga rugi karena ada pembayaran yang tidak lancar dari pemerintah," tutur Ronny kepada CNNIndonesia.com. Selasa (16/7).

"Intinya, jika dikaitkan dengan pandemi, yang berarti kita beranggapan bahwa sebelum pandemi BUMN farmasi baik-baik saja, maka tata kelola bisa selama pandemi, jelas buruk. Atau jika bukan karena tata kelola, maka bisa jadi karena penugasan dari pemerintah, yang secara bisnis sebenarnya tidak feasible," imbuhnya.

Lihat Juga :
Kimia Farma Bakal Tutup 5 Pabrik Demi Efisiensi

Penyebab lain bisa jadi juga bukan karena pandemi, katanya. Pertama, Ronny mengatakan bisa jadi sudah sejak lama bisnis yang dijalankan BUMN Farmasi tidak layak dan selalu rugi karena alasan penugasan. Tapi, tambahnya, masalah itu menguap setelah pandemi usai.

Atau kedua,memang BUMN Farmasi tidak berbeda dengan BUMN yang merugi lainnya, sehingga menjadi ladang korupsi politik dan sapi perah elit-elit partai, di mana praktik bisnis dijalankan berdasarkan kepentingan politik pihak-pihak tertentu.

"Jika begitu, maka sudah hampir pasti BUMN Farmasi akan rugi. Karena ikatan politik akan selalu menjadikan BUMN sebagai intermediator untuk mendulang duit negara dengan cara halus, yang ujungnya akan selalu berakhir dengan PMN (penyertaan modal nergara) sekali dalam sekian tahun," tegasnya.

Lihat Juga :
Kimia Farma Temukan Dugaan Masalah di Laporan Keuangan Anak Usaha

Melihat akutnya persoalan di BUMN Farmasi di satu sisi dan vitalnya peran yang mereka mainkan di sektor kesehatan, Ronny berpendapat beberapa dari perusahaan tersebut perlu dimerger.

"Sehingga BUMN Farmasi hanya tersisa dua saja, tapi besar, seperti di China. Misalnya. Dan sebagian lagi dilikuidasi atau dilepas ke pihak swasta. Itu lebih baik, saya kira," tutur Ronny.

Sementara itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menilai kerugian BUMN Farmasi tak lepas dari proses perencanaan terkait dengan pengadaan infrastruktur pencegahan covid mengalami masalah.

Sehingga, menurutnya pada saat terlaksana, banyak sekali alat-alat tes yang pada akhirnya tidak terpakai sehingga tidak bisa terjual. Hal ini akhirnya menjadi biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan.

Penyebab lain yang cukup membebani perusahaan termasuk bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi. Andry menjelaskan proses pengawasan atau audit terhadap kinerja perusahaan ketika covid termasuk minim. Pasalnya, ia mengatakan beberapa dari perusahaan mendapatkan keistimewaan.

"Sehingga proses pengawan itu tidak terjaga dengan baik. Di saat yang bersamaan tata kelola PMN-nya juga tidak baik. Jadi pada akhirnya menghasilkan praktik-praktik kecurangan," tutur dia.

"Praktik ini termasuk di dalamnya proses investasi yang tidak tepat. Lalu yang kita tahu yang cukup viral kemarin terkait dengan pinjol (pinjaman online). Nah ini kan bentuk-bentuk fraudyang dialami oleh BUMN," imbuh Andry.

Andry menyebut hal pertama yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan BUMN Farmasi adalah melakukan restrukturisasi besar-besaran. Namun sebelum mengarah ke sana, ia mengatakan perlu ada yang bertanggung jawab terkait dengan permasalahan ini.

Lihat Juga :
Faisal Basri Bisiki Prabowo 4 'Pohon Uang', Sudah Dibocorkan ke Luhut

"Pucuk pimpinannya ya pada akhirnya harus mundur. Harus dilakukan sebagai jaminan bahwa proses restrukturisasi itu akan berjalan dan akan berimplikasi kepada kinerja dari perusahaan ke depan. Jadi ya harus ada proses bersih-bersih dalam jangka pendek ini," kata Andry.

Sementara untuk jangka panjang, ia merasa Kementerian BUMN perlu menjaga agar proses bisnis dari BUMN itu sendiri tidak mengalami bentuk-bentuk fraud. Menurutnya, perlu ada sistem, seperti International Organization for Standardization (ISO) yang harus dimiliki oelh BUMN terkait fraud.

Ia pun mengatakan perlu ada mekanisme pengawan yang perlu dilakukan, seperti halnya sudah diterapkan di beberapa negara yang memiliki sistem anti fraud yang hukumnya wajib dimiliki BUMN di negara tersebut.

Dalam hal ini, fraud yang dimaksud termasuk korupsi, penyogokan atau bribery, pencurian data, hinggamoney laundering.

"Tapi yang kita tahu yang di farmasi ini kan misappropriation aset atau salah kelola aset. Jadi ini juga salah satu bentuk penyalahgunaan pengelolaan aset, ini kan salah satu hal. yang tidak tentu diinginkan. Seperti memanipulasi terkait dengan banyak hal, mulai dari invoice dan lain sebagainya," ujar Andry.

Andry berharap pengelolaan bisnis dan juga praktik dari bisnis BUMN Farmasi berjalan secara profesional. Ia juga berharap perusahaan pelat merah di bidang farmasi bisa dipayungi dengan sistem anti fraud agar kepercayaan investor tak menghilang.

[Gambas:Photo CNN]

"Ini kan yang kita takutkan, kepercayaan investor akan terganggu kalau misalkan satu BUMN bermasalah karena menganggap bahwa beberapa BUMN melakukan hal yang serupa," katanya.

"Jadi saya rasa sih ini waktunya Kementerian BUMN kembali berbenah ya, terkait dengan mekanisme pengawasan fraud tersebut," lanjut Andry.

Senada, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan penugasan pemerintah ketika covid-19 pada BUMN Farmasi sangat besar, di mana mereka diminta untuk menyediakan masker hingga vaksin, termasuk mendirikan klinik untuk tes covid.

Kata dia, keuangan dari BUMN Farmasi pun melejit karena kebutuhan untuk covid-19 juga besar pada saat pandemi. Pasalnya, untuk masuk ke ruangan perlu adanya tes covid-19 yang menyebabkan pemintaan layanan farmasi meningkat. Belum termasuk obat-obatan.

Nailul menyampakan saat itu pendapatannya bisa naik dua kali lipat. Namun ketika pandemi berakhir, nasib BUMN Farmasi tak karuan lantaran sudah mengeluarkan modal yang akhirnya menyebabkan pembengkakan biaya, hingga memicu rugi yang dalam.

"Saya rasa memang perbaikan mulai dari manajerial hingga strategi perusahaan. Direksi yang terlibat dengan strategi masa lalu perlu diganti. Strategi yang diterapkan bisa adaptif dengan perkembangan permintaan pasar dan zaman," jelas Nailul.

[Gambas:Video CNN]



Previous article:tante susu besar

Next article:no togel rambut